Kamis, 26 Mei 2011

editan ikm

PENYAKIT MENULAR
Yang menjadi pembahasan pada makalah ini adalah penyakit menular yang disebabkan oleh hewan baik liar maupun domestic yang menyerang manusia. Penyakit menular ini sering kita dengar dengan istilah zoonosis.
Beberapa penyakit zoonosis yang akan dibahas adalah :
1. Antrax
2. Flu burung
3. Flu Babi
4. Leptospirosis

1. Antrax
Penyakit antraks dikenal dengan bermacam-macam nama, seperti Radang Kura, Radang Limpa (karena hewan yang diserang limpanya membengkak dan gembur), Malignant Pustula, Malignant Edema, Woolsoster’s Disease, Ragpickers Disease, Splenic Fever atau Charbon. Sedangkan masyarakat Jawa Barat menyebut dengan Caneung Hideung. Antraks atau anthrax adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. . Bakteri ini bersifat aerob, memerlukan oksigen untuk hidup. Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan puluhan tahun dalam tanah dan bisa menjadi sumber penularan pada hewan dan manusia. Secara epidemiologi, Bacillus anthracis menyukai tanah berkapur dan tanah yang bersifat basa (alkalis). Umumnya antraks menyerang hewan pada musim kering (kemarau), dimana rumput sangat langka, sehingga sering terjadi pada ternak (terutama kuda) tertular lewat makan rumput yang tercabut sampai akarnya. Lewat akar rumput inilah bisa terbawa pula spora dari antraks. Antraks bermakna "batubara" dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korban akan berubah hitam. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah dijinakkan. Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Jenis- Jenis Antrax
Ada 4 jenis antraks yaitu :

* antraks kulit.
* antraks pada saluran pencernaan (jarang terjadi).
* antraks pada paru-paru.
* antraks meningitis.

Masa Inkubasi
Masa inkubasi antrax paru:
Masa inkubasi hingga menyebabkan kematian diperkirakan terjadi hanya dalam waktu 48 jam.
Masa inkubasi antrax kulit:
Satu sampai tujuh hari sejak pertama terinfeksi, akan muncul papul pruritus. Pada awalnya menyerupai gigitan serangga. Papul dengan cepat berkembang menjadi vesikel, berkembang menjadi pastul, dan akhirnya menjadi ulkus nekrotik dengan berdiameter 1-3 cm dan eschar hitam di tengah. Setelah itu timbul edema, limfangitis, limfadenopati dan gejala sistemik. Dalam waktu 7-10 hari, eschar berkembang penuh, menjadi kering, lusen dan terpecah-pecah. Gejala yang timbul biasanya terjadi pada permukaan lengan atau tangan, sering pula diikuti pada bagian wajah dan leher. Mula-mula kulit gatal, kemudian melepuh yang jika pecah membentuk keropeng hitam di tengahnya. Di sekitar keropeng bengkak dan nyeri.
Gejala
Manusia dapat terinfeksi bila kontak dengan hewan yang terkena anthraks, dapat melalui daging, tulang, kulit, maupun kotoran. Meskipun begitu, hingga kini belum ada kasus manusia tertular melalui sentuhan atau kontak dengan orang yang mengidap antraks
Infeksi antraks jarang terjadi namun hal yang sama tidak berlaku kepada herbivora-herbivora seperti ternak, kambing, unta, dan antelop. Antraks dapat ditemukan di seluruh dunia. Penyakit ini lebih umum terjadi di negara-negara berkembang atau negara-negara tanpa program kesehatan umum untuk penyakit-penyakit hewan. Beberapa daerah di dunia seperti (Amerika Selatan dan Tengah, Eropa Selatan dan Timur, Asia, Afrika, Karibia dan Timur Tengah) melaporkan kejadian antraks yang lebih banyak terhadap hewan-hewan dibandingkan manusia.
Antraks biasa ditularkan kepada manusia disebabkan pengeksposan kepada hewan yang sakit atau hasil ternakan seperti kulit dan daging, atau memakan daging hewan yang tertular antraks. Selain itu, penularan juga dapat terjadi bila seseorang menghirup spora dari produk hewan yang sakit misalnya kulit atau bulu yang dikeringkan. Pekerja yang tertular kepada hewan yang mati dan produk hewan dari negara di mana antraks biasa ditemukan dapat tertular B. anthracis, dan antraks dalam ternakan liar dapat ditemukan di Amerika Serikat. Walaupun banyak pekerja sering tertular kepada jumlah spora antraks yang banyak, kebanyakan tidak menunjukkan simptom.
Beberapa gejala-gejala antraks (tipe pencernaan) adalah mual, pusing, muntah (bewarna merah atau coklat), tidak nafsu makan, suhu badan meningkat, muntah bercampur darah, buang air besar berwarna hitam, sakit perut yang sangat hebat (melilit) atau (untuk tipe kulit) seperti borok setelah mengkonsumsi atau mengolah daging asal hewan sakit antraks.
Daging yang terkena antraks mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berwarna hitam, berlendir, berbau.
Gejala awal antrax paru mirip seperti infeksi virus, yaitu demam, lemas, dan rasa tidak nyaman dibagian dada atau abdomen yang secara cepat semakin parah. Masa inkubasi hingga menyebabkan kematian diperkirakan terjadi hanya dalam waktu 48 jam.
Gejala yang timbul akibat antrax kulit antraks tipe kulit ialah bisul merah kecil yang nyeri. Kemudian lesi tadi membesar, menjadi borok, pecah dan menjadi sebuah luka. Jaringan di sekitarnya membengkak, dan lesi gatal tetapi agak terasa sakit. Tipe kulit terjadi setelah mengomsumsi daging yang terkena antraks, biasanya terjadi pada permukaan lengan atau tangan, sering pula diikuti pada bagian wajah dan leher. Mula-mula kulit gatal, kemudian melepuh yang jika pecah membentuk keropeng hitam di tengahnya. Di sekitar keropeng bengkak dan nyeri. Pada antraks yang masuk tubuh dalam 24 jam sudah tampak tanda demam. Mual, muntah darah pada antraks usus, batuk, sesak napas pada antraks paru, sakit kepala dan kejang pada antraks otak. Jika tak segera diobati bisa meninggal dalam waktu satu atau dua hari. Karena setiap petugas kesehatan sudah dilatih untuk menangani, sebaiknya penderita segera dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit agar penderita segera mendapat pengobatan yang tepat.

Penularan
Antraks dapat memasuki tubuh manusia melalui usus, paru-paru (dihirup), atau kulit (melalui luka). Antraks tidak mungkin tersebar melalui manusia kepada manusia.
Bakteri B. anthracis ini termasuk bakteri gram positif, berbentuk basil, dan dapat membentuk spora. Endospora yang dibentuk oleh B. anthracis akan bertahan dan akan terus berdormansi hingga beberapa tahun di tanah. Di dalam tubuh hewan yang saat ini menjadi inangnya tersebut, spora akan bergerminasi menjadi sel vegatatif dan akan terus membelah di dalam tubuh. Setelah itu, sel vegetatif akan masuk ke dalam peredaran darah inangnya. Proses masuknya spora anthrax dapat dengan tiga cara, yaitu :
1. inhaled anthrax, dimana spora anthrax terhirup dan masuk ke dalam saluran pernapasan.
2. cutaneous anthrax, dimana spora anthrax masuk melalui kulit yang terluka. Proses masukkanya spora ke dalam manusia sebagian besar merupakan cutaneous anthrax (95% kasus).
3. gastrointestinal anthrax, dimana daging dari hewan yang dikonsumsi tidak dimasak dengan baik, sehingga masih megandung spora dan termakan.
Bacillus anthracis memiliki dua tahap dalam siklus hidupnya yaitu fase vegetatif dan spora. Spora yang masuk ke tubuh inang (manusia atau herbivora) akan berubah menjadi bentuk vegetatif, kemudian berkembang biak. Sebelum inangnya mati, sejumlah besar bentuk vegetatif bakteri antraks memenuhi darah dan bisa keluar dari dalam tubuh melalui pendarahan (hidung, mulut, anus, dll). Ketika inang mati dan oksigen tidak tersedia lagi di dalam darah, bentuk vegetatif itu memasuki fase dorman. Jika fase dorman berkontak dengan oksigen di udara bebas, ia akan bersporulasi (membentuk spora).
Fase spora umumnya berada di tanah dan sangat stabil. Tak hanya itu, spora tersebut juga bisa terus hidup selama beberapa dekade. untuk mematikan spora diperlukan pemanasan dengan sterilisasi hingga suhu 100 derajat celsius, tetapi pemusnakan dengan cara ini masih bisa gagal. Karena ketahanannya terhadap lingkungan buruk, spora antraks sering digunakan sebagai senjata biokimia dengan bentuk sediaan media bubuk tertentu.
Pengobatan
Secara umum, pengobatan untuk penyakit anthrax dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik, biasanya penisilin, yang akan menghentikan pertumbuhan dan produksi toksin. Pemberian antitoksin akan mencegah pengikatan toksin terhadap sel. Terapi tambahan, seperti sedation (pemberian obat penenang). Namun, pada level toksin sudah menyebar dalam pembuluh darah dan telah menempel pada jaringan maka toksin tidak dapat dinetralisasi dengan antibiotik apapun. Walaupun dengan pemeberian antitoksin, antibiotik, atau terapi, pasien tentu mempunyai rasio kematian.
Pencegahan
Untuk mencegah tertular antraks dianjurkan untuk membeli daging dari tempat pemotongan resmi, memasak daging secara matang untuk mematikan kuman, serta mencuci tangan sebelum makan.
Untuk mencegah timbulnya dan meluasnya penyakit anthrax disamping menjadi tugas pemerintah peran aktif dari masyarakat yang sangat dibutuhkan antara lain:


1. Apabila ada hewan menderita anthrax, hewan harus diasingkan, dilarang dipotong, sisa makanan dan tinja harus dikubur 2 – 2,5 meter.
2. Hewan yang tersangka, tidak boleh dibawa ketempat lain, dan dalam jangka waktu 14 hari tidak ada yang sakit hewan bisa dibebaskan.
3. Bila ada hewan yang sakit maka dipintu menuju halaman dipasang tulisan “ Penyakit Hewan Menular Anthrax”
4. Bangkai hewan mati karena anthrax harus dibakar habis atau dikubur dalam-dalam.
5. Kandang dan semua alat-alat harus diinfektan/dibakar.
6. Tindakan sanitasi terhadap orang yang kontak dengan hewan penderita untuk mencegah perluasannya.
7. Dilarang keras memotong hewan yang berpenyakit anthrax.
8. Bila menjumpai hewan yang menunjukan gejala anthrax harus segera lapor ke Dinas Peternakan / Instansi yang menangani Peternakan kabupaten / Kota.
Masyarakat harus berhati-hati dalam mengkonsumsi daging harus dengan dimasak yang sempurna.
Bagi daerah bebas Anthrax, tindakan pencegahan didasarkan pada pengaturan yang ketat terhadap pemasukan hewan ke daerah tersebut. Anthrax pada hewan ternak dapat dicegah dengan vaksinasi pada semua hewan ternak di daerah enzootik Anthrax yang dilakukan setiap tahun disertai cara-cara pengawasan dan pengendalian yang ketat. Di Indonesia dipakai vaksin aktif strain 34 F2, yang dapat dipakai untuk semua hewan ternak dan relatif aman, daya pengebalannya tinggi berlangsung selama 1 tahun. Dosis untuk hewan besar 1 ml, SC. Untuk hewan kecil : 0,5 ml, SC. Untuk hewan tersangka sakit dapat dipilih salah satu dari perlakuan sebagai berikut :
(1) Penyuntikan antiserum dengan dosis pencegahan (hewan besar, 20 ¡¦30 ml, hewan kecil, 10 ¡¦0 ml)
(2) Penyuntikan antibiotika
(3) Penyuntikan kemoterapetika
(4) Penyuntikan antiserum dan antibiotika atau antiserum dan kemoterapetika. Cara penyuntikan antiserum homolog ialah IV atau SC, sedangkan untuk antiserum heterolog SC.
Dua minggu kemudian bila tidak timbul penyakit, disusul dengan vaksinasi.
2. Flu Burung
Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza avian yang normalnya hanya menginfeksi burung/unggas serta kadang-kadang dapat menginfeksi babi. Kemudian ternyata, virus ini juga dapat menginfeksi manusia dengan perantaraan hewan tersebut. Orang yang berisiko tinggi terinfeksi virus flu burung adalah yang mengadakan kontak langsung dengan binatang yang terinfeksi, seperti memelihara, menyembelih, dan tinggal di peternakan yang binatangnya terinfeksi virus.
Jenis-jenis
1. H1N1, menyebabkan endemik di babi dan manusia, virus inilah yang menyebabkan flu spanyol yang menelan lebih dari 100 juta orang.
2. H2N2, menyebabkan wabah Flu Asia yang menelan 4 hingga 5 juta korban pada tahun 1957 di China dan juga wilayah sekitarnya.
3. H3N2, yang menyebabkan infeksi pernafasan pada manusia dan babi. Virus ini merenggut nyawa 750.000 orang dengan penyakit yang disebut Hongkong Flu pada tahun 1968. Virus ini juga menjadi buah bibir yang merenggut nyawa beberapa anak di Amerika pada tahun 2003.
4. H5N1, saat ini merupakan virus flu burung terganas yang sudah menyebabkan 272 orang meninggal di seluruh dunia. Virus ini dikhawatirkan menjadi pandemik saat nantinya dapat menular dari manusia ke manusia. Contoh kasus itu telah terbukti menimpa pada keluarga di Tangerang, yang untungnya tidak sampai menyebar ke wilayah lainnya
5. H1N2, merupakan endemik bagi manusia dan babi. Tipe H1N2 dihasilkan dari susunan virus H1N1 dan H3N2 dimana protein hemaglutinin virus ini mirip dengan jenis H1N1 dan Neuraminidase proteinnya mirip dengan virus jenis H3N2.
6. H7N7, adalah virus yang menyerang binatang namun memiliki karakteristik yang tidak biasa. Virus ini menimbulkan korban di Belanda sebanyak 89 orang namun yang meninggal hanya 1 orang saja.
7. H9N2, adalah virus pathogen rendah dari virus jenis A yang menyerang unggas. Korban berjumlah 3 orang anak bertempat tinggal di Hongkong dan China, dan ketiganya dapat sembuh total.
8. H7N2, menimbulkan 2 orang korban di New York dan Virginia di sekitar tahun 2003 dan 2002 yang keduanya dapat disembuhkan
9. H7N3, menyerang amerika Utara pada tahun 2004 di daerah British Coloumbia. 18 peternakan telah diselamatkan dari serangan dan penyebaran virus dan 2 kasus telah diatasi. Kasus penyakit yang muncul memiliki gejala seperti flu, dan korban dapat diselamatkan
10. H10N7, pertama kali dilaporkan dapat menginfeksi manusia setelah ditemukan kasus 2 balita di Mesir pada tahun 2004 yang terkena virus tersebut.
Masa Inkubasi

Masa inkubasi virus adalah 1-7 hari dimana setelah itu muncul gejala-gejala seseorang terkena flu burung adalah dengan menunjukkan ciri-ciri berikut :
1. Menderita ISPA
2. Timbulnya demam tinggi (> 38 derajat Celcius)
3. Sakit tenggorokan yang tiba-tiba
4. Batuk, mengeluarkan ingus, nyeri otot
5. Sakit kepala
6. Lemas mendadak
7. Timbulnya radang paru-paru (pneumonia) yang bila tidak mendapatkan penanganan tepat dapat menyebabkan kematian

Gejala
Gejala yang dialami oleh orang yang terinfeksi virus flu burung memang mirip dengan penyakit flu biasa, seperti batuk, pilek, demam, pusing, rasa lemah, ngilu-ngilu yang terjadi selama 1-2 minggu.Untuk memastikannya hanya dapat dengan pemeriksaan darah.
Penularan
Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun demikian, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging, telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan. Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik. Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga.
Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah.
Unggas sebaiknya tidak dipelihara di dalam rumah atau ruangan tempat tinggal. Peternakan harus dijauhkan dari perumahan untuk mengurangi risiko penularan.
Tidak selamanya jika tertular virus akan menimbulkan sakit. Namun demikian, hal ini dapat membahayakan di kemudian hari karena virus selalu bermutasi sehingga memiliki potensi patogen pada suatu saat. Oleh karena itu, jika ditemukan hewan atau burung yang mati mendadak pihak otoritas akan membuat dugaan adanya flu burung. Untuk mencegah penularan, hewan lain di sekitar daerah yang berkasus flu burung perlu dimusnahkan.dan dicegah penyebarannya
Pengobatan
Penanganan flu burung dapat dilakukan dengan pengobatan atau pemberian obat flu seperti Tamiflu atau jenis lainnya, tapi harus tetap dalam pengawasan dokter atau pihak rumah sakit yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan RI.
Jenis obat penanggulangan infeksi flu burung ada 2, pertama adalah obat seperti amantadine dan rimantadine yaitu ion channel (M2) blocker, yang menghalagi aktivitas ion channel dari virus flu jenis A dan bukan jenis B sehingga aliran ion hydrogen dapat diblok dan virus tidak dapat berkembang biak.
Sayang sekali bahwa jenis obat yang pertama ini dapat memicu tingkat resistensi virus terhadap zat obat, sehingga di hari ke 5 hingga ke 7 setelah konsumsi obat, 16-35% dari virus akan resisten karena adanya mutasi pada protein M2 pada virus. Oleh karena itu, obat jenis ini tidak dijual bebas di sembarang apotik, meskipun dengan pemberian resep dokter, karena dikhawatirkan kesalahan pemberian obat dapat menimbulkan munculnya jenis virus baru yang lebih ganas dan kebal terhadap obat ini.
Jenis obat yang kedua adalah Neurimidase (NA) inhibitor, jenis seperti Zanamivir dan Oseltamivir, dengan protein NA-nya yang berfungsi melepaskan virus yang bereplikasi di dalam sel, sehingga virus tidak dapat keluar dari dalam sel. Virus ini nantinya akan menempel di permukaan sel saja dan tidak akan pindah ke sel yang lain. Jenis obat yang kedua ini tidak menimbulkan resisten pada tubuh virus seperti jenis pada ion channel blocker.
Hingga sekarang peneliti telah berusaha keras untuk menciptakan jenis vaksin yang dapat mengantisipasi pandemik virus H5N1, namun karena virus ini selalu bermutasi maka dirasa penciptaan vaksin yang efektif tidak dapat cukup kuat melawan jenis virus H5N1 yang sekarang walaupun dirasa dapat efektif untuk mengantisipasi jenis baru yang akan muncul.
Walaupun penelitian vaksin jenis baru sedang digalakkan, WHO mengatakan bahwa percobaan klinis virus jenis pertama haruslah tetap dilakukan sebagai langkah yang esensial untuk mengatasi pandemik yang mungkin akan terjadi.
Walaupun begitu, alangkah lebih baik jika masyarakat melakukan pencegahan dan melakukan beberapa tindakan yang benar untuk mengantisipasi serangan flu burung. Tak perlu panik dan berlebih, hanya perlu untuk memperhatikan beberapa hal berikut :
1. Gunakan pelindung (Masker, kacamata renang, sarung tangan) setiap berhubungan dnegan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas
2. Setiap hal yang berasal dari saluran cerna unggas seperti sekresi harus ditanam/dibakar supaya tidak menular kepada lingkungan sekitar
3. Cuci alat yang digunakan dalam peternakan dengan desinfektan
4. Kandang dan Sekresi unggas tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan
5. Memasak daging ayam dengan benar pada suhu 80 derajat dalam 1 menit dan membersihkan telur ayam serta dipanaskan pada suhu 64 derajat selama 5 menit.
6. Menjaga kebersihan lingkungan dan diri sendiri.
Yang paling penting adalah :
1. Menjauhkan unggas dari pemukiman manusia untuk mengurangi kontak penyebaran virus
2. Segera memusnahkan unggas yang mati mendadak dan unggas yang jatuh sakit utnuk memutus rantai penularan flu burung, dan jangan lupa untuk mencuci tangan setelahnya.
3. Laporkan kejadian flu burung ke Pos Komando Pengendalian Flu Burung di nomor 021-4257125 atau dinas peternakan-perikanan dan dinas kesehatan daerah tempat tinggal anda.
Pencegahan
• Kotoran dari burung atau unggas yang terinfeksi dapat membawa virus flu burung, jadi sebaiknya jangan menyentuh burung, unggas atau kotorannya.
• Bila anda telah memang burung atau unggas, segara cuci tangan dengan sabun cair dan air.
• Masak dengan benar unggas dan telurnya sebelum dimakan/dihidangkan
• Bila anda mengalami gejala flu, konsultasi ke dokter dan memakai masker untuk menghindari penyebaran penyakit.
• Perlindungan terbaik terhadap influenza adalah dengan memiliki pertahanan tubuh yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan diet yang seimbang, olahraga yang teratur, istirahat yang cukup, kurangi stress, dan tidak merokok. Hindari tempat umum padat yang bersirkulasi udara buruk
• Bila anda mengalami gejala demam dan pernafasan setelah kembali dari negara yang dilaporkan ada wabah flu burung, konsultasi ke dokter anda dan ceritakan perjalanan anda selama ini.
• Peningkatan biosekuriti
• Vaksinasi
• Depopulasi (pemusnahan terbatas atau selektif) di daerah tertular
• Pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas
• Pengisian kandang kembali (restocking)
• Stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru
• Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)
3. Flu Babi
Flu babi (Inggris:Swine influenza) adalah kasus-kasus influensa yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae yang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi sampai saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus C atau subtipe genus Influenzavirus A (Anonymous, 2009). Sedangkan menurut Kusmarjadi (2009) Flu Babi atau Swine Flu/Influenza adalah penyakit saluran pernafasan pada babi, yang disebabkan virus influenza jenis A. Virus flu ini menyebabkan kesakitan yang berat pada babi tetapi angka kematiannya rendah. Virus ini (type A H1N1 virus) pertama kali di isolasi dari babi pada tahun 1930. Seperti semua virus influenza, virus flu babi berubah secara konstan. Babi bisa terinfeksi virus avian influenza (virus flu burung) dan virus flu manusia. Jika berbagai virus ini menyerang babi, maka virus ini akan mampu membentuk spesien2 virus baru, yang merupakan gabungan virus avian, manusia dan swine. Sampai saat ini sudah berhasil diisolasi sebanyak 4 sub-type A: H1N1, H1N2, H3N2, and H3N1. H1N1 merupakan virus jebis baru yang baru saja ditemukan pada babi.


Masa Inkubasi
Masa inkubasi flu babi 3 sampai 5 hari. Orang yang menderita flu babi A (H1N1) menurut para ahli akan tetap menularkan penyakitnya sampai hari ketujuh. Jika sampai hari ketujuh ternyata penyakitnya belum membaik maka dianggap orang tersebut masih dapat menularkan penyakitnya sampai gejala flu benar benar hilang. Anak anak khususnya balita memiliki potensi waktu penularan yang lebih panjang.
Periode penularan penyakit flu babi masih terggantung lagi pada jenis atau strain dari virus H1N1. Jika pasien di rawat di rumah maka dianjurkan untuk tidak keluar rumah dahulu sampai penyakit yang diderita benar benar sembuh kecuali yang bersangkutan segera ke dokter atau ke rumah sakit.
Ciri-ciri dan Gejala Flu Babi :
Pada umumnya, gejala infeksi flu babi pada manusia mirip dengan flu biasa pada manusia. Yakni, demam yang muncul tiba-tiba, batuk, nyeri otot, demam, napas cepat atau sesak napas, sakit tenggorokan dan kelelahan yang berlebihan. Namun selain itu, virus flu babi bisa membuat penderita muntah-muntah dan diare.
Penyakit ini dapat jatuh ke arah yang lebih buruk sehingga pasien mengalami kesulitan untuk bernafas dan memerlukan alat bantu nafas (ventilator). Bila ada bakteri yang ikut ikutan menginfeksi paru paru maka pasien dapat mengalami radang paru paru atau pneumonia. Beberapa diantaranya dapat mengalami gejala kejang kejang. Kematian umumnya terjadi karena adanya infeksi sekunder bakteri pada paru paru sehingga diperlukan antibiotika yang pas untuk mengatasi infeksi tersebut.
Penularan
Virus swine influenza tidak ditularkan melalui makanan. Memasak makanan sampai suhu 160°F akan mematikan virus ini. Virus influenza bisa menular dari babi ke manusia atau sebaliknya. Infeksi pada manusia terjadi terutama jika berada dekat2 babi yang terinfeksi seperti berada dalam kandang babi dll. Infeksi dari manusia ke manusia lain juga bisa terjad, mirip sperti flu manusia, yaitu melalui bersin atau batuk. Bisa juga lewat sentuhan tangan, kemudian tangan tersebut menyentuh mulut atau hidung
Pengobatan
Langkah pertama adalah mendiagnosis pasien terlebih dahulu dengan mengambil spesimen lendir dari saluran nafas dan memeriksannya dengan alat RT-PCR atau kultur virus.
Alat pendeteksi cepat seperti rapid antigen test dan immunofluresence test tidak dapat dipakai sebagai alat untuk mendiagnosis pasti karena hanya dapat mendeteksi adanya influensa tipe A dan tidak dapat membedakan antara influensa tipe A manusia dengan influensa tipe A babi.
Setelah diketahui status penderita, maka obat antiviral (oseltamivir atau zanamivir) harus diberikan secepatnya setelah adanya gejala yang khas dari flu babi. Pemberian obat antiviral dibawah 48 jam dapat menurunkan angka kematian dan perawatan di rumah sakit bila dibandingkan pemberian diatas 48 jam. Lamanya pengobatan yang diberikan adalah selama 5 hari. Pemberian obat antiviral tersebut harus melalui resep dokter yang berpengalaman untuk mencegah resistensi obat.
Pencegahan
Cara paling ampuh untuk mencegah penularan virus flu babi pada prinsipnya sama dengan cara mencegah penularan virus influenza yang lain yaitu vaksinasi. Sayangnya vaksin untuk flu babi sampai saat ini belum ditemukan.
Cara lain untuk mencegah penularan virus ini adalah dengan meminimalisir kontak dengan virus seperti mencuci tangan sesering mungkin, jangan menyentuh wajah anda terutama hidung dan mulut serta menghindari kontak dekat dengan orang yang sedang menderita flu.
Pencegahan penularan juga bisa dilakukan oleh mereka yang telah terinfeksi dengan cara : menghindari keramaian dan selalu tinggal di rumah. Jangan bekerja dan bersekolah dahulu sampai keadaan membaik. Hindari bersin, batuk dan berbicara terlalu dekat dengan orang lain.
10 langkah pencegahan flu babi dikeluarkan Working Group ASEAN for One Health, berikut ini tipsnya :
1. Cuci tangan Anda sesering mungkin.
Mencuci tangan dengan sabun dan air beberapa kali dalam sehari. Keringkan tangan Anda setelah dicuci. Jika tidak ada air, Anda mungkin bisa menggunakan bahan pencuci tangan dari alkohol.
2. Hindari bersentuhan mata, hidung atau mulut
Virus influenza sering menyebar ketika seseorang bersentuhan dengan penderita yang terkontaminasi oleh kuman, kemudian bersentuhan dengan mata, hidung atau mulutnya.
3. Hindari kontak terlalu dekat
Hindari berdekatan dengan seseorang yang sedang sakit. Untuk sementara, hindari berjabat tangan, serta ciuman dengan orang di wilayah yang dilaporkan terserang wabah influenza.
4. Tinggallah di rumah jika sedang sakit.
Jika mungkin, tinggallah di rumah dan hindari pusat-pusat keramaian, jika Anda sedang sakit. Anda akan membantu mencegah orang lain dari kemungkinan tertular oleh penyakit Anda.

5. Gunakan penutup hidung dan mulut
Gunakan sapu tangan atau tisu ketika Anda sedang batuk atau bersin untuk mencegah penyebaran virus. Jika tidak punya tisu, gunakan lengan baju bagian depan, jangan pakai telapak tangan. Buanglah tisu di tempat sampah.
6. Tetaplah menjaga jarak.
Jika anda sedang sakit, jagalah jarak dengan orang lain untuk melindungi mereka agar tidak ikut terserang sakit.
7. Terapkan gaya hidup sehat.
Pikirkan ulang untuk merokok, istirahat atau tidur yang cukup, olahraga secara rutin sehingga tubuh bisa aktif, mengelola tingkat stress, meminum air banyak-banyak, memakan makanan bernutrisi.
8. Konsultasi dengan dokter jika anda sakit.
Datanglah ke pusat layanan kesehatan atau dokter jika ada tanda-tanda gejala Anda sedang sakit, seperti susah bernafas, pikiran sedang kacau, dan muntah-muntah.
9. Tunda perjalanan jika sedang sakit
Jika Anda sedang sakit, sebaiknya Anda berpikir ulang untuk melakukan perjalanan dengan pesawat atau alat transportasi lainnya. Jika Anda terpaksa harus terbang ke negara yang terserang flu Babi, kemudian Anda merasa sakit setelah kembali, maka Anda secepatnya harus konsultasi ke dokter.
10. Ikuti perkembangan informasi dari otoritas kesehatan lokal.
Anda perlu tetap mengikuti perkembangan situasi terkini dari wabah influenza dan saran-saran yang disampaikan oleh otoritas kesehatan lokal.
4.leptospirosis
Salah satu penyakit yang dapat terjadi setelah banjir adalah leptospirosis. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan hewan. Lebih tepatnya, penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia, termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia.

Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul dikarenakan banjir. Di beberapa negara, leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam Canicola, penyakit Swineherd, demam rawa atau demam lumpur.

Penyakit ini disebabkan bakteri leptospira berbentuk spiral yang mempunyai ratusan serotipe. Bakteri leptospira bisa terdapat di genangan air saat iklim panas dan terkontaminasi oleh urin hewan. Leptospirosis dapat menyerang manusia akibat kondisi seperti banjir, air bah, atau saat air konsumsi sehari-hari tercemar oleh urin hewan.

Penemuan penderita sering tidak optimal karena sering terjadi �underdiagnosis� atau misdiagnosis. Hal ini berakibat keterlambatan tatalaksana penderita yang dapat memperburuk prognosis. Meskipun sebenarnya penyakit ini pada umumnya mempunyai prognosis yang baik.


Etiologi

Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen (dapat menyebabkan penyakit) berbentuk spiral termasuk genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan secara anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu L interrogans yang merupakan bakteri patogen dan L biflexa adalah saprofitik.

Berdasarkan temuan DNA pada beberapa penelitian terakhir, 7 spesies patogen yang tampak pada lebih 250 varian serologi (serovars) telah berhasil diidentifikasi. Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia diantaranya adalah tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan yang paling berisiko mengidap bakteri ini adalah kambing dan sapi.

Setiap hewan berisiko terjangkit bakteri leptospira yang berbeda-beda. Hewan yang paling banyak mengandung bakteri ini (resevoir) adalah hewan pengerat dan tikus. Hewan tersebut paling sering ditemukan di seluruh belahan dunia.

Di Amerika yang paling utama adalah anjing, ternak, tikus, hewan buas dan kucing. Beberapa serovar dikaitkan dengan beberapa hewan, misalnya L pomona dan L interrogans terdapat pada lembu dan babi, L grippotyphosa pada lembu, domba, kambing, dan tikus, L ballum dan L icterohaemorrhagiae sering dikaitkan dengan tikus dan L canicola dikaitkan dengan anjing. Beberapa serotipe yang penting lainnya adalah autumnalis, hebdomidis, dan australis.


Epidemiologi

Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun 1916. (Inada R, Ido Y, et al: Etiology, mode of infection and specific therapy of Weil's disease. J Exp Med 1916; 23: 377-402.)

Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini.

Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis.

Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal.

Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah seperti Klaten, Demak atau Boyolali.

Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan.

Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita �immunocompromised� mempunyai resiko tinggi terjadinya kematian.

Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi

Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus. Kelompok yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh tambang batubara, militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai, seperti berenang atau rafting.

Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih tinggi dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan tikus. Tukang susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu. Penelitian seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang 8-29%.

Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan peningkatan sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi perjalanan rekreasi ke daerah tropis seperti berperahu kano, mendaki, memancing, selancar air, berenang, ski air, berkendara roda dua melalui genangan, dan kegiatan olahraga lain yang berhubungan dengan air yang tercemar. Berkemah dan bepergian ke daerah endemik juga menambahkan resiko.


Penularan
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai. Di Indonesia, penularan paling sering melalui hewan tikus. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi setitik urin tikus yang terinfeksi leptospira, kemudian dimakan dan diminum manusia.

Urin tikus yang mengandung bibit penyakit leptospirosis dapat mencemari air di kamar mandi atau makanan yang tidak disimpan pada tempat yang aman. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama penyebab leptospirosis. Beberapa jenis hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang leptospirosis, tetapi potensi hewan-hewan ini menularkan leptospirosis ke manusia tidak sehebat tikus.

Leptospirosis tidak menular langsung dari pasien ke pasien. Masa inkubasi leptospirosis adalah dua hingga 26 hari. Sekali berada di aliran darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan gangguan khususnya hati dan ginjal.

Saat kuman masuk ke ginjal akan melakukan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen menyebabkan nefritis interstitial dan nekrosis tubular. Ketika berlanjut menjadi gagal ginjal biasanya disebabkan karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Gangguan hati tampak nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel Kupffer, ikterus terjadi karena disfungsi sel-sel hati.

Leptospira juga dapat menginvasi otot skletal menyebabkan edema (bengkak), vacuolisasi miofibril, dan nekrosis focal. Gangguan sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemi sirkulasi. Dalam kasus berat �disseminated vasculitic syndrome� akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler.

Gangguan paru adalah mekanisme sekunder kerusakan pada alveolar and vaskular interstisial yang mengakibatkan hemoptu. Leptospira juga dapat menginvasi cairan humor (humor aqueus) mata yang dapat menetap dalam beberapa bulan, seringkali mengakibatkan uveitus kronis dan berulang.

Meskipun kemungkinan dapat terjadi komplikasi yang berat tettapi lebih sering terjadi self limiting disease dan tidak fatal. Sejauh ini, respon imun siostemik dapat mengeliminasi kuman dari tubuh, tetapi dapat memicu reaksi gejala inflamasi yang dapat mengakibatkan �secondary end-organ injury�.


Manifestasi Klinis

Infeksi leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang asimtomatis (tanpa gejala), sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir 15-40% penderita yang terpapar infeksi tidak mengalami gejala tetapi menunjukkan serologi positif.

Masa inkubasi biasanya terjadi sekitar 7-12 hari dengan rentang 2-20 hari. Sekitar 90% penderita dengan manifestasi ikterus (penyakit kuning) ringan sekitar 5-10% dengan ikterus berat yang sering dikenal dengan penyakit Weil.

Perjalanan penyakit leptospira terdiri dari 2 fase yang berbeda, yaitu fase septisemia dan fase imun. Dalam periode peralihan dari 2 fase tersebut selama 1-3 hari kondisi penderita menunjukkan beberapa perbaikkan.

Manifestasi klinis terdiri dari 2 fase yaitu fase awal dan fase ke-2. Fase awal tahap ini dikenal sebagai fase septicemic atau fase leptospiremic karena organisma bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Selama fase awal yang terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.

Karakteristik manifestasi klinis yang terjadi adalah demam, menggigil kedinginan, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.

Fase ke-2 sering disebut fase imun atau leptospirurik karena sirkulasi antibodi dapat di deteksi dengan isolasi kuman dari urin dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis.

Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan terjadi pada 0-30 hari atau lebih. Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.

Gejala non spesifik seperti demam dan nyeri otot mungkin sedikit lebih ringan dibandingkan fase awal dan 3 hari sampai beberapa minggu terakhir. Beberapa penderita sekitar 77% mengalami nyeri kepala terus menerus yang tidak respon dengan pemberian analgesik.

Gejala ini sering dikaitkan dengan gejala awal meningitis. Delirium (tidak waras, kegilaan) juga didapatkan pada tanda awal meningitis, Pada fase yang lebih berat didapatkan gangguan mental berkepanjangan termasuk depresi, kecemasan, psikosis dan dementia.

Gangguan anikterik dapat dijumpai meningitis aseptik adalah sindrom manifestasi klinis yang paling penting didapatkan pada fase anikterik imun. Gejala meningeal terjadi pada 50% penderita. Palsi saraf kranial, ensefalitis, dan perubahan kesadaran jarang didapatkan.

Meningitis bisa terjadi apada beberapa hari awal, tapi biasanya terjadi pada minggu pertama dan kedua. Kematian jarang terjadi pada kasus anikterik. Gangguan ikterik : leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah timbul ikterik. Nyeri perut dengan diare dan konstipasi terjadi sekitar 30%, hepatosplenomegali, mual, muntah dan anoreksia.

Uveitis terjadi pada 2-10% kasus dapat terjadi pada awal atau akhir penyakit, bahkan dilaporkan dapat terjadi sangat lambat sekitar 1 tahun setelah gejala awal penyakit timbul. Iridosiklitis and korioretinitis adalah komplikasi lambat yang akanan menetap selama setahun. Gejala pertama akan timbul saat 3 minggu hingga 1 bulan setelah paparan.

Perdarahan subkonjuntiva adalah komplikasi pada mata yang sering terjadi pada 92% penderita leptospirosis. Gejala renal seperti azotemia, pyuria, hematuria, proteinuria dan oliguria sering tampak pada 50% penderita. Kuman leptospira juga dapat timbul di ginjal. Manifestasi paru terjadi pada 20-70% penderita. Adenopati, rash, and nyeri otot juga dapat timbul.

Sindroma klinis tidak khas pada berbagai serotipe, tetapi beberapa manifestasi sering tampak pada serotipe tertentu. Misalnya ikterus didapatkan pada 83% penderita dengan infeksi L icterohaemorrhagiae and 30% pada L pomona. Rash eritematous pretibial sering didaptkan pada infeksi L autumnalis. Gangguan gastrointestinal pada infeksi dengan L grippotyphosa. Aseptic meningitis seringkali terjadi pada infeksi L pomona atau L canicola.

Sindrom Weil adalah bentuk leptospirosis berat dengan ditandai ikterus, disfungsi ginjal, nekrosis hati, disfungsi paru, dan diatesis perdarahan. Kondisi ini terjadi pada akhir fase awal dan meningkat pada fase ke dua, tetapi keadaan bisa memburuk setiap waktu. Kriteria keadaan masuk dalam penyakit Weil tidak dapat didefinisikan dengan baik.

Manifestasi paru meliputi batuk, dispnu, nyeri dada, sputum darah, batuk darah, dan gagal napas. Vaskular dan disfungsi ginjal dikaitkan dengan timbulnya ikterus setelah 4-9 hari setelah gejala awal penyakit. Penderita dengan ikterus berat lebih mudah terjadi gagal ginjal, perdarahan dan kolap kardiovaskular.

Hepatomegali didapatkan pada kuadran kanan atas. Oliguri atau anuri pada nekrosis tubular akut sering terjadi pada minggu ke dua sehingga terjadi hipovolemi dan menurunya perfusi ginjal.

Sering juga didapatkan gagal multi-organ, rhabdomyolysis, sindrom gagal napas, hemolisis, splenomegali, gagal jantung kongestif, miocarditis, dan pericarditis. Sindrom Weil mengakibatkan 5-10%. Sebagian besar kasus berat sindrom dengan gangguan hepatorenal dan ikterus mengakibatkan mortalitas 20-40%. Angka mortalitas juga akan meningkat pada usia lanjut usia.

Leptospirosis dapat terjadi makular atau rash makulopapular, nyeri perut mirip apendisitis akut, pembesaran kelenjar limfoid mirip infeksi mononucleosis. Juga dapat menimbulkan manifestasi aseptic meningitis, encephalitis, atau �fever of unknown origin�. Leptospirosis dapat dicurigai bila didapatkan penderita dengan flulike disease dengan aseptic meningitis atau disproporsi mialgia berat.

Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada penderita berbeda tergantung berat ringannya penyakit dan waktu dari onset timbulnya gejala. Tampilan klinis secara umum dengan gejala pada beberapa spektrum mulai dari yang ringan hingga pada keadaan toksis.

Pada fase awal pemeriksaan fisik yang sering didapatkan adalah demam seringkali tinggi sekitar 40oC disertai takikardi. Subkonjuntival suffusion, injeksi faring, splenomegali, hepatomegali, ikterus ringan, mild jaundice, kelemahan otot, limfadenopati dan manifestasi kulit berbentuk makular, makulopapular, eritematus, urticari, atau �rash� perdarahan juga didapatkan pada fase awal penyakit.

Pada fase kedua manifestasi klinis yang ditemukan sesuai organ yang terganggu. Gejala umum yang didaptkan adalah adenopathy, rash, demam, perdarahan, tanda hipovolemia atau syok kardiogenik. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan ikterus, hepatomegali, tanda koagulopati. Gangguan paru didapatkan batuk, batuk darah, dispneu, dan distres pernapasan.

Manifestasi neurologi didapatkan palsi saraf kranial, penurunan kesadaran, delirium atau gangguan mental berkepanjangan seperti depresi, kecemasan, iritabel, psikosis, dan demensia.

Pemeriksaan mata terdapat perdarahan subconjuntiva, uveitis, tanda iridosiklitis atau korioretinitis. Gangguan hematologi yang ditemukan adalah perdarahan, petekie, purpura, ekimosis dan splenomegali. Kelainan jantung dijumpai tanda dari kongestif gagal jantung atau perikarditis.


Diagnosis

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui sejauh mana gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.

1. Isolasi (pengambilan) kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah standar kriteria baku. Urin adalah cairan tubuh yang palih baik untuk diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urin sejak gejala awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke-3. Cairan tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang peluang untuk ditemukan isolasi kuman sangat pendek
2. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi penemuan kuman leptospira. Isolasi leptospira cenderung lebih sulit dan membutuhkan waktu diantaranya dalam hal referensi laboratorium dan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk melengkapi identifikasi tersebut.
3. Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis. Tetapi, konfirmasi diagnosis ini lambat karena serum akut diambil saat 1-2 minggu setelah gejala awal timbul dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test(MAT).
4. Metoda laboratorium cepat dapat merupakan diagnosis yang cukup baik. Titer MAT tunggal sebesar 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi lapang gelap bila dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.




Pemeriksaan Penunjang

Pada penderita yang dicurigai leptospirosis, selanjutnya harus dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin untuk mengetehaui komplikasi dan keterlibatan beberapa organ tubuh. Pemeriksaan kadar darah lengkap (complete blood count-CBC) sangat penting.

Penurunan hemoglobin yang menurun dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan serum kreatinin dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial nefritis yang dapat terjadi pada penyakit Weil.

Peningkatan serum bilirubin dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati. Agak jarang terjadi peningkatan Hepatocellular transaminases dan kurang bermakna, biasanya <200 U/L. Waktu koagulasi akan meningkat pada disfungsi hati atau DIC. Serum kreatin kinase (MM fraction) sering meningkat pada gangguan otot.

Analisis CSF bermanfaat hanya untuk melakukan eksklusi penyebab meningitis bakteri. Leptospires dapat diisolasi secara rutin dari CSF, tetapi penemuan ini tidak akan merubah tatalaksana penyakit.

Pemeriksaan pencitraan yang didapatkan adalah kelainan pada foto polos paru berupa air space bilateral. Juga dapat menunjukkan kardiomegali dan edema paru yang didapatkan miokarditis. Perdarahan alveolar dari kapilaritis paru dan �patchy infiltrate multiple� yang dapat ditemukan pada parenkim paru. Ultrasonografi traktus bilier dapat menunjukkan kolesistitis akalkulus.

Pemeriksaan histologis beberapa saat setelah inokulasi dan selama periode inkubasi leptospira melakukan replikasi aktif di hati. Perwarnaan silver staining dan immunofluorescence dapat mengidentifikasi leptospira di hati, limpa, ginjal, CNS dan otot. Selama fase akut pemeriksaan histologi menunjukkan organisma tanpa banyak infiltrat inflamasi.


Diagnosis Banding

* Dengue Fever
* Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome
* Hepatitis
* Malaria
* Meningitis
* Mononucleosis, influenza
* Enteric fever
* Rickettsial disease
* Encephalitis
* Primary HIV infection



Tatalaksana

Terapi antimikrobial adalah pengobatan yang utama pada leptospirosis. Pada infeksi tidak dengan komplikasi tidak membutuhkan rawat inap. Penggunaan doksisiklin oral menunjukkan penurunan durasi demam. Rawat inap diperlukan untuk penderita dengan pemberian terapi penicillin G intravena sebagai pilihan utama.

Penelitian terakhir menunjukkan sefalosporin sama efektifnya dengan doksisiklin dan penisillin pada pengobatan fase akut. Eritromisin digunakan pada kasus kehamilan yang alergi terhadap penisillin sedangkan amoksisilin adalah terapi alternatif.

Pada kasus berat mengakibatkan gangguan beberapa organ dan gagal multiorgan. In addition to antimicrobials, therapy is supportive. Tatalaksana penderita yang paling penting adalah memonitor dengan cermat perubahan klinis karena berpotensi terjadi gangguan kolap kardiovaskular dan syok dapat terjadi secara cepat dan mendadak.

Fungsi ginjal harus dievaluasi secara cermat dan diperlukan dialisis pada kasus gagal ginjal. Pada umumnya kerusakan ginjal adalah reversibel jika penderita dapat bertahan dalam fase akut. Penyediaan ventilasi mekanik dan proteksi jalan napas harus tersedia bila terjadi gangguan pernapasan berat.

Pengawasan jantung secara terus menerus (continuous cardiac monitoring) untuk memantau keadaan yang dapat timbul seperti takikardia ventrikular (frekuensi denyut jantung yang berlebihan), kontraksi ventrikel prematur (premature ventricular contractions), fibrilasi atrial, flutter, dan takikardia.


Pencegahan

* Menghindari atau mengurangi kontak dengan hewan yang berpotensi terkena paparan air atau lahan yang dicemari kuman. Orang yang berisiko tinggi infeksi harus memakai sarung tangan, baju dan kacamata pelindung. Harus memperhatikan secara ketat kebersihan dan sanitasi lingkungan seperti kontrol hewan pengerat seperti tikus, dekontaminasi infeksi
* Penggunaan vaksinasi pada hewan dan manusia masih kontroversi.
* Kemoprofilaksis menunjukkan hasil yang efektif pada manusia dengan risiko tinggi seperti anggota militer atau wisatawan yang berkunjung di daerah endemik. Pemberian doksisiklin 250 mg peroral sekali seminggu, menunjukkan efikasi yang sangat baik. Tetapi pencegahan ini tidak dianjurkan untuk jangka panjang.




Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi tergantung dari perjalanan penyakit dan pengobatannya. Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus yang lebih berat seringkali lebih buruk.
Pencegahan

* Menghindari atau mengurangi kontak dengan hewan yang berpotensi terkena paparan air atau lahan yang dicemari kuman. Orang yang berisiko tinggi infeksi harus memakai sarung tangan, baju dan kacamata pelindung. Harus memperhatikan secara ketat kebersihan dan sanitasi lingkungan seperti kontrol hewan pengerat seperti tikus, dekontaminasi infeksi
* Penggunaan vaksinasi pada hewan dan manusia masih kontroversi.
* Kemoprofilaksis menunjukkan hasil yang efektif pada manusia dengan risiko tinggi seperti anggota militer atau wisatawan yang berkunjung di daerah endemik. Pemberian doksisiklin 250 mg peroral sekali seminggu, menunjukkan efikasi yang sangat baik. Tetapi pencegahan ini tidak dianjurkan untuk jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar